Jathilan

JATHILAN

Jathilan atau kuda lumping adalah salah satu jenis kesenian yang populer di daerah pedesaan terutama di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kata jathilan tersusun dari kata Ja penyingkatan dari kata jaran (kuda), thi penyingkatan  dari kata cemethi (cambuk), dan lan penyingkatan dari kata lancur (aksesoris dari bulu ayam). Kesenian jathilan yang merupkan seni tarian yang harus mempunyai tiga unsur yaitu jaran (kuda lumping), cemethi atau cambuk, dan lancur.

Jaran atau sering disebut jaran kepang terbuat dari anyaman bambu yang dibingkai dan dibentuk menyerupai kuda. Agar terlihat menarik jaran kepang dicat mirip kuda yang sebenarnya. Supaya penampilan mirip dengan kuda sebenarnya bagian depan ditambahkan ijuk sebagai aksesoris yang mirip dengan bulu kuda dan bagian belakang ditambahkan ijuk yang menyerupai ekor kuda. Dalam pementasan jathilan, jaran seolah sebagai tunggangan para penarinya. Konon untuk menambah magis pada kuda kepang pada anyamannya diselipi jenis bambu cluring.

Cemethi atau cambuk merupakan salah satu unsur yang cukup menghidupkan pertunjukkan jathilan. Ibarat kuda yang berlari, kuda lumping juga memerlukan cambuk sebagai pemacu kuda agar berlari dan memberi kesan dramatis pada pertunjukkan tersebut. Sebagai pembawa cambuk harus mempunyai keahlian khusus dalam mencambuk para penari. Jika seseorang sudah ahli, suara cambuk yang membahana tidak sedikitpun membuat sakit para penarinya. Sebagai rahasianya suara cambuk yang keras hanya jika bergesekan dengan udara, bukan mengenai kaki atau badan penarinya. Sebaliknya, jika pemegang cambuk belum ahli maka yang terjadi adalah babak belur yang diderita oleh setiap pemain jathilan.

Lancur adalah bagian bulu ayam jantan yang indah terutama diambil dari ekornya. Lancur dipasang pada topi para pemainnya. Helaian bulu ayam yang warna-warni akan terlihat indah jika para penari melenggak-lenggokkan kepalanya. Selain dipasang di topi, lancur juga dipasang pada ujung atas angklung yang merupakan salah satu unsur instrumen musik jathilan.

Perangkat Musik Jathilan

Musik jathilan terdiri beberapa musik tradisional yang diharmonisasikan menjadi alunan musik yang dapat mengiringi keindahan tarian jathilan. Musik jathilan terdiri dari bendhe atau canang, kendang, angklung, dan bem (terban yang cukup besar).

Cerita dan Tarian Jathilan

Tarian dalam jathilan mengandung unsur cerita yang akan disampaikan pada para penonton. Pada umumnya cerita diambil dari Babad Kediri (Cerita Panji), kisah Ramayana, dan  ada juga yang mengambil cerita Aryo Penangsang. Cerita yang terkandung di dalamnya memiliki unsur peperangan antar dua kelompok pasukan berkuda. Jumlah pemain biasanya selalu genap dan saling berhadapan sebagai penerjemahan peperangan yang terkandung dalam cerita yang dibawakan. Pada umumnya jumlah kuda lumping adalah 6, 8, dan 10. Untuk menambah kemeriahan dalam pementasan jathilan ditambah beberapa penari yang berperan sebagai :

1.  Bejer dan Penthul

Bejer dan Penthul adalah badut yang memakai topeng yang berwajah lucu. Dalam menari Bejer dan Penthul sering membuat gerakan yang lucu. Kedua tokoh ini berperan sebagai abdi yang tingkah polahnya sangat konyol dan sering membuat penonton tersenyum.

2. Barongan (barong)

Barong atau barong adalah tiruan sejenis hewan seperti babi hutan dan sapi. Tugas Barongan ini bertugas mengawal jalannya  peperangan dalam cerita.

Unsur Magis dalam Jathilan

Jathilan sering dihubungkan dengan dunia magis. Konon sebelum kuda lumping (jaran) dipergunakan harus diadakan upacara terlebih dahulu. Upacara itu adalah semacam pengisian roh pada kuda lumping. Biasanya kuda-kuda baru tersebut dibawa ke sebuah mata air atau dalam istilah jawa disebut sendang untuk dimandikan dan diberi minum. Setelah selesai diberi minum maka dipercaya kuda kepang tersebut sudah berisi roh layaknya makhluk hidup. Upacara memberi minum kuda-kuda kepang ini dikenal dengan upacara “Ngombeke”. Ketika kuda-kuda kepang tersebut tidak dipergunakan lagi tidak serta merta dibuang begitu saja namun harus ada upacara “pelarungan”. Upacara pelarungan ini dilaksanakan di sungai yang mengalir deras. Menurut cerita para sesepuh Jathilan, ketika kuda dihayutkan (dilarung) di sungai maka kuda-kuda kepang tersebut akan bergerak di atas air layaknya kuda yang berlari di atas air. Setelah bergerak di atas air maka kuda-kuda tersebut akan tenggelam dan tidak pernah muncul lagi.

Situasi magis terlihat nyata ketika sejumlah penari kesurupan atau dalam bahasa jawa sering disebut istilah “ndadi” atau dalam bahasa asingnya dikenal dengan istilah “trance”. Penari akan berperangai lain seolah segala gerakan muncul dari roh lain yang masuk ke dalam raga pemainnya. Ada juga yang sampai bisa memanjat pohon tinggi dan bahkan memakan beling dan menggupas kelapa dengan giginya. Penari akan berhenti jika sudah disembuhkan (disadarkan) oleh seorang tetua dari dari pertunjukkan Jathilan.

Falsafah Jathilan

Tarian jathilan mengalami tiga tahap tarian. Pertama adalah tahap permulaan yang berupa tarian. Tahap ini menggambarkan kehidupan manusia yang lahir dan mengalami perkembangan kepribadian. Tarian yang serempak dan kostum jathilan yang rapi dan indah merupakan perwakilan dari norma dan aturan yang ada dalam kehidupan manusia. Kedua adalah tahap “ndadi” atau kerasukan. Dalam tahap ini digambarkan bahwa manusia mengalami masa kejayaan dan kadang-kadang lupa akan segala hal. Tarian dalam kerasukan sudah tidak serempak dan beraturan, ini menggambarkan manusia yang lupa pada norma dan peraturan serta kehidupan harmonis sosial. Semua penari mengikuti kemauan sendiri. Ketiga adalah tahap kesadaran (sadar dari kerasukan). Dalam tahap ini manusia digambarkan sebagai makhluk Tuhan. Semua akan ingat kembali kepada Sang Pencipta. Kesadaran dari kerasukan memberikan arti bahwa manusia sadar akan jati diri dan kembali pada Sang Khalik.

Leave a comment