Transportasi ini menjadi salah satu nostalgia yang sangat berkesan bagi masyarakat di sekitaran Sungai Progo. Sebuah kendaraan sederhana yang mampu hanya memindahkan orang yang berjarak hanya sekitar 5 meter sampai dengan 10 meter. Alat transportasi yang hanya memindahkan orang dengan jarak terpendek di dunia. Bandingkan dengan alat trasportasi yang lain yang mampu memindahkan dengan jarak belasan kilometer sampai puluhan kilometer bahkan sampai ratusan kilometer. Sederhana namun sangat istimewa untuk dikenang. Dalam kesederhanaan mampu membangkitkan kenangan dalam salah satu sisi perjalanan hidup orang yang pernah naik gethek.
Bagian-bagian Gethek
Gethek terdiri dua bagian yaitu kayu yang dalam istilah Jawa disebut “tlawah” dan bambu. Tlawah biasanya terbuat dari kayu randu alas, kayu kembang kenanga, atau sengon laut. Ketiga kayu tersebut dipilih karena sifatnya yang ringan. Setelah ditebang kayu dibuat menjadi seperti perahu. Tlawah ada dua bagian yang dipasang di pinggir sebelah kanan dan sebelah kiri. Satang yang terbuat dari bambu berfungsi untuk mengarahkan gerak gethek. Biasanya bagian bawah satang dipasang kayu supaya tidak cepat rusak ketika kena batu atau padas yang ada di sungai. Dadung atau tali berfungsi untuk mengikat gethek dengan pohon atau batu agar tidak hanyut terseret arus sungai.
Gethek yang ada di Sungai Progo
Gethek di Sungai Progo berda di beberapa tempat. Keberadaan gethek ini antara lain :
- Gethek Sayangan berada di Dusun Kisik, Sendangagung, kecamatan Minggir. Konon, gethek ini pada masa perang Diponegoro berfungsi sebagai alat trasportasi untuk menyeberangkan orang dan logistik perang.
- Gethek Kreo yang berada di dusun Kliran, Sendangangung, Kecamatan Minggir. Gethek ini adalah gethek yang paling banyak digunakan untuk penyeberangan dibanding gethek yang lain. pada masa perang kemerdekaan gethek ini berjasa untuk menyeberangkan Tentara Rakyat Indonesia dalam perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Beberapa pengemudi (tukang perahu atau tukang satang) diberi pernghargaan sebagai Legiun Veteran Indonesia atas jasanya yang telah membantu tentara dalam perang.
- Gethek Maken yang berada di Dusun Semaken, Desa Banjararum, Kecamatan Kalibawang. Keistimewaan gethek ini adalah tukang satang atau tukang perahunya yang paling berani. Ketika air sungai pasang dan berarus besar sehabis hujan lebat gethek ini yang berani menyeberangkan penumpang sementara gethek yang lain tidak berani menyeberangkan penumpang.
- Gethek Wiyu yang berada di dusun Ngrojo, Desa Kembangan, Kecamatan Nanggulan. Berbeda dengan gethek yang lain, gethek wiyu hanya memiliki satu tlawah yang terletak ditengah, sedang bagian kanan dan kiri gethek terdapat bambu yang dapat menyeimbangkan gethek.
- Gethek Ngapak, berada di Dusun Ngapak, Desa Sumberarum, Kecamatan Moyudan. Gethek ini merupakan gethek yang paling awal tidak beroperasi karena di tempat ini dibangun jembatan.
- Gethek Sejati, terdapat di Dusun Sejati Trukan, Desa Sumberarum, Kecamatan Moyudan.
Mitos Mengenai Gethek
Cerita mistis mengenai gethek selalu menghiasi cerita pada masanya. Percaya atau tidak percaya tergantung pada yang mendengarkan cerita. Percaya tidak dilarang sedangkan bagi yang tidak percaya juga bukan menjadi soal. Mitos ini terjadi ketika menyeret tlawah dari tempat penebangan kayu sampai ke sungai. Biasanya setelah ditebang, pohon dibuat menjadi tlawah di tempat di mana pohon itu ditebang. Setelah selesai proses pembuatan tlawah, maka tlawah akan dibawa ke sungai dengan cara diseret. Sebelum diseret diadakan ritual berupa kenduri untuk meminta keselamatan. Yang menjadi aneh adalah orang yang menyeret kayu tlawah merasakan ringan meskipun menyeret kayu yang berukuran besar. Tidak satupun yang merasa keberatan, ketika menyeret kayu tlawah semuua orang yang mentyeret meraskan ringan. Setelah sampai di sungai akan diadakan kenduri, semua orang lahap makan nasi seberapa pun jumlahnya. tidak merasa kenyang dan perut rasanya masih lapar meskipun nasi yang dimakan sangat banyak.
Tinggal Kenangan
Kini keberadaan gethek tinggak kenangan. bagi yang lahir di atas tahun 90-an sudah tidak mengenal alat transportasi ini. Alat transportasi ini ditinggalkan karena di atas sungai sudah dibangun beberapa jembatan. keberadaanmu menjadi salah satu pengisi cerita bagi orang yang pernah menggunakan jasa transportasi ini. Tinggal beberapa orang saja yang dulunya tukang perahu atau tukang satang yang masih hidup. Tukang satang, jasamu selalu menjadi kenangan.